Taqdir ada yg Mubram (tidak bisa berubah, seperti hari Kiamat, keberadaan sorga, neraka, kematian dan hal hal lain yg sudah keputusan Allah yg tak lagi dikehendaki Allah untuk diubah.
Taqdir Mu'allaq, yaitu ketentuan Allah swt yg sudah ALlah tentukan namun Allah swt Maha Mampu merubahnya, seperti rizki, jodo, usia, dll.
Tubuh kita ini bagaikan mobil untuk kita, dan alam dunia ini adalah jalan jalan yg dibuat oleh majikan kita. anggaplah kita berada di suatu negeri/ kerajaan,
kita diberi mobil, nah.. silahkan pakai, mobil ini dari Raja, milik raja, dan ini bukan mobil pribadi, ini mobil dinas, ada rumah dinas, dan ada uang operasional.
tapi tentunya mobil dinas boleh saja dipakai hajat pribadi selama ia menjalankan tugasnya dulu, demikian pula rumah, dan uang operasional.
anda naik mobil itu, anda jalan kearah manapun terserah anda, tapi semua jalanan itu milik raja, Raja yg ciptakan jalan ke jurang, Raja yg ciptakan jalan ke tempat hiburan.
Anda tak akan sampai ke jurang kecuali melewati jalan yg sudah dibuat oleh raja, juga tak bisa pergi ke tempat hiburan kecuali melewati jalan yg sudah dibuat oleh raja, anda tak memiliki jalan sendiri, tak mampu membuat jalan sendiri.
mobil milik raja, anda tak bisa membuat mobil sendiri, tapi mau dipakai ke jurang atau dipakai ke tempat hiburan pun bisa, namun tak akan sampai kesana kecuali dg kuasa raja pula karena jalan itu milik raja. mobil milik raja, jika dipakai tugas maka diganjar upah, jika bertugas dengan lebih baik maka diganjar lebih, jika sangat baik maka dicintai raja,nah.. Allah swt pun demikian, Allah yg memiliki seluruh amal kita, mau berama baik atau buruk, toh panca indra milik Allah juga, bisa dipakai baik dan bisa dipakai buruk, dan ganjarannya kembali pada kita,
sebagaiaman kerajaan tadi, mobil mau dipakai untuk melanggar aturan pun silahkan saja, namun nanti tanggung sendiri hukumannya, lalu kenapa raja ini menciptakan dua jalan..?
firman Nya swt: "Apakah tak terlintaskan pada manusia itu bahwa dahulu pada suatu masa mereka tak pernah ada?kami yg menciptakan manusia dari air mani dan kami jadikan mereka melihat dan mendengar, dan sungguh Kami berikan pada mereka jalan kehidupan, maka mereka bersyukur atau kufur nikmat" (QS Al Insan 1-3). firman Nya pula : "Maka barangsiapa yg mau memberi (Sedekah dll) dan bertakwa, dan bersedekah dengan kebaikan, maka kami akan permudah ia menuju kemudahan (kenikmatan yg lebih lagi dan kemudahan dunia dan akhirat), dan Barangsiapa yg kikir dan merasa tak butuh, dan mendustakan kebaikan, maka kami akan mempermudahnya menuju kesulitan" (QS Allail 5-10).
manusia melewati kehidupan dan ketentuan Allah swt namun ketentuan Allah bisa berubah, sebagaimana kita memahami bahwa Qadha (ketentuan Allah) ada yg Mubram (tak bisa berubah) dan ada yg Mu'allaq (bisa berubah), sabda Rasul saw : "Doa dapat merubah Qadha" (Mustadrak ala shahihain hadits no.6038).
kita berbuat dan beramal, dan memasrahkan segalanya kepada Allah, kita mepunyai keinginan dan berusaha, namun bila kehendak Allah berbeda maka kita tenang dan tak risih, ridho dengan kehendak Nya swt. manusia berbuat, namun sesekali ia bukanlah Maha Pengatur, ia berbuat namun tak bisa memaksakan kehendak Allah agar Allah menuruti kemauannya, ia selayaknya menerima keputusan Sang Pemilik Nya swt, sebagaimana anak yg patuh akan menerima kemauan ibunya walau bertentangan dengan keinginannya, ia jatuhkan kemauannya dan ia bersabar atas kemauan ibunya, lebih lebih lagi atas kemauan kekasih tunggalnya yaitu Allah swt, yg menciptakan ibu dan ayahnya, kita mempunyai kehendak, namun ketika kita sadar ternyata kehendak Nya berbeda dengan kemauan kita dalam suatu hal, maka kita tenang dan bersabar atas kemauan Nya swt, dan inilah hakikat hamba, mustahil hamba mengangkat dirinya atas tuhannya hingga memaksa agar tuhannya mesti patuh pada keinginannya.
Tawakkal yg benar adalah tawakkal yg diserrtai usaha, yaitu berusaha namun memasrahkan hasil kerjanya pada Allah, bila berhasil maka ia bersyukur karena ALlah sesuai dan setuju dg usaha dan kemauannya, dan bila tak berhasil ia bersabar karena ternyata kehendak Allah swt tak sesuai dg keinginannya, inilah yg disebut tawakkal.
Jabariyah adalah pemahaman yg mengatakan bahwa amal shalih bukanlah sebab masuknya kita ke sorga dalam segala hal,
Qadariyah, yg meyakini bahwa sorga adalah bayaran dari amal kita secara mutlak. dan kedua faham ini batil, bahwa kita beramal dan Allah swt menentukan diterimanya amal itu atau tidak. tentunya kita tak berpangku tangan, tidak pula mengandalkan amal untuk memastikan masuk sorga dan bebas dari neraka. (Fathul Baari Almasyhur juz 11 hal 296.
firman Allah swt :Barangsiapa yg memberi dan bertakwa, dan membenarkan apa apa yg mulia, maka kami akan memudahkan baginya jalan kemudahan, namun mereka yg kikir dan merasa tak perlu, dan mendustakan kemuliaan, maka kami akan memudahkan baginya jalan kesulitan" (QS Allail 5-10)
Ayat ini menjelaskan bahwa perbuatan baik akan memudahkan keadaan dan perbuatan buruk akan mempersulit keadaan kita.
firman Allah swt : "Demi manusia dan penciptaannya, telah diilhamkan padanya kejahatannya dan ketakwaannya, maka telah beruntunglah mereka yg menyucikan dirinya, dan telah merugilah mereka yg mengotori dirinya" (QS Assyams 7-10).
ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt telah menyampaikan lewat para nabi Nya ajaran kemuliaan, dan beruntung yg memilih kemuliaan dan merugi yg memilih kejahatan, maka Allah swt memilihikan bagi mereka untuk memilih jalan hidupnya.
firman Allah swt : "Apakah mereka mengira tak ada satu yg melihat mereka?, bukankah kami telah berikan pada mereka dua mata, dan lidah serta kedua bibir, dan kami berikan pada mereka dua jalan" (QS AL Balad 7-10). ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt memberikan pilihan pada kita dua jalan.
firman Allah swt : "Kami menciptakan mereka dari air mani, dan kami jadikan mereka melihat dan mendengar, sungguh kami berikan pada mereka jalan kehidupan, apakah mereka bersyukur atau kufur" (QS Al Insan 2-3). Allah Maha Tahu apa yg akan terjadi pada makhluk Nya, dan Allah Maha Menentukan setiap takdir hamba Nya, apakah dalam neraka, atau dalam sorga, apakah miskin atau kaya, apakah hina atau mulia, apakah jahat atau shalih, namun manusia diberi kebebasan untuk berbuat, dan perbuatan manusia itu bisa saja merubah takdirnya, dan takdir Allah swt ini bisa saja berubah dan tidak selamanya baku. sebagaimana contohnya anda memiliki kolam ternak ikan, anda telah memastikan pengaturan dan nasib ikan itu, dalam 3 bulan anda menjualnya ke pasar, anda memberinya makan setiap pk 7 pagi (misalnya), anda memberinya vitamin setiap minggu, anda memindahkannya ke kolam lain setiap 2 minggu.
hal hal semacam itu lumrah saja, dan takdir ikan itu ditangan anda (dari Allah yg memasrahkannya ketangan anda). namun bisa bisa saja anda merubah keputusan dan mengambil ikan itu beberapa untuk dimasak sendiri, boleh saja anda memindahkan satu diantaranya untuk di taruh di aquarium di kamar anda. kesimpulannya bahwa anda memiliki hak penuh untuk berbuat apa saja pada ikan ikan anda, dan semua keputusan nasib ikan itu terserah anda, bila anda memutuskannya untuk dibuang esok maka tentunya akan terjadi, namun bila anda memutuskannya dijual esok, lalu esok anda membatalkannya maka boleh boleh saja dan itu sangat mungkin terjadi, namun ikan itu tak punya hak menentukan nasibnya sendiri.nah.. demikianlah kita dimata Allah swt, kita boleh beramal namun tetap kita tak berhak menentukan nasib sendiri dan memastikan keinginan kita, namun Dia Yang Maha Penyantun memberi hak kepada kita dg berubahnya takdir bila kita berdoa dan meminta kepada Nya, namun sesekali bukan kewajiban Nya untuk mesti taat pada doa kita.
kita bukan Jabriyah yg mengatakan bahwa Allah tidak menentukan apa apa atas nasib kita, terserah kita sepenuhnya, faham ini sesat karena ia telah menafikan hak Allah atas ciptaan Nya. kita bukan pula Qadariyah yg mengatakan semua kita ini hanya boneka Allah, semua sudah ditentukannya dan kita hanyalah wayang wayang mainan yg tdk bisa apa apa. kita diantara keduanya, yaitu : Dia maha Menentukan segala galanya, namun ketentuan Nya dapat berubah bila Dia menghendaki, dan doa kita bisa pula merubah ketentuan Nya, dengan panjangnya usia, meluasnya rizki, selama hal itu dikehendaki Nya,
1. Aqidah Asy’ariyyah adalah aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mengajarkan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang wajib yang berjumlah 20 sifat. Begitu juga yang mustahil 20 sifat dan yang jaiz 1 sifat dan yang lainnya yang dapat diketahui dari buku-buku tauhid seperti Kitab Sifat Dua Puluh karangan Habib Usman bin Yahya dan kitab lainnya
Adapun aqidah Asmaa wa sifaat adalah bagian aqidah kelompok yang dikenal dengan Wahabiyyah, dalam aqidah ini mereka mengajarkan bahwa aqidah terbagi tiga bagian yaitu Tauhid Rububiyyah, Tauhid Ukuhiyyah dan Asmaa wa sifaat. Perbedaan yang prinsip antara 2 kelompok diatas diantaranya dengan aqidah asmaa wa sifaat mereka berkeyakinan bahwa Allah dengan Zat Nya bersemayam diatas A’rsy sedangkan Ahlussunnah menta’wilkan ayat yang dijadikan dalil oleh mereka yaitu Firman Allah اَلرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى Bahwa Allah tidak bersemayam dengan Zat Nya diatas ‘Arsy secara singkat perbedaan antara keduanya bahwa Ahlussunnah menggunakan ta’wil dalam ayat2 sifat dengan ta’wil yang layak bagi Allah swt dengan segala kesucian Nya sedang mereka tidak menerimanya
2. Tentu setelah anda tahu bahwa aqidah Asy’ariyyah adalah aqidah Ahlussunnah maka inilah yang harus dipegang sampai wafat. Mudah-mudahan Allah wafatkan kita semua dalam Khusnul Khotimah, Amin mengenai masalah yg mereka selewengkan adalah masalah takwil,
Mengenai ayat mutasyabih yg sebenarnya para Imam dan Muhadditsin selalu berusaha menghindari untuk membahasnya, namun justru sangat digandrungi oleh sebagian kelompok muslimin sesat masa kini, mereka selalu mencoba menusuk kepada jantung tauhid yg sedikit saja salah memahami maka akan terjatuh dalam jurang kemusyrikan, seperti membahas bahwa Allah ada dilangit, mempunyai tangan, wajah dll yg hanya membuat kerancuan dalam kesucian Tauhid ilahi pada benak muslimin, akan tetapi karena semaraknya masalah ini diangkat ke permukaan, maka perlu kita perjelas mengenai ayat ayat dan hadits tersebut. Sebagaimana makna Istiwa, yg sebagian kaum muslimin sesat sangat gemar membahasnya dan mengatakan bahwa Allah itu bersemayam di Arsy, dengan menafsirkan kalimat ”ISTIWA” dengan makna ”BERSEMAYAM atau ADA DI SUATU TEMPAT” , entah darimana pula mereka menemukan makna kalimat Istawa adalah semayam, padahal tak mungkin kita katakan bahwa Allah itu bersemayam disuatu tempat, karena bertentangan dengan ayat ayat dan Nash hadits lain, bila kita mengatakan Allah ada di Arsy, maka dimana Allah sebelum Arsy itu ada?, dan berarti Allah membutuhkan ruang, berarti berwujud seperti makhluk, sedangkan dalam hadits qudsiy disebutkan Allah swt turun kelangit yg terendah saat sepertiga malam terakhir, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Muslim hadits no.758, sedangkan kita memahami bahwa waktu di permukaan bumi terus bergilir, maka bila disuatu tempat adalah tengah malam, maka waktu tengah malam itu tidak sirna, tapi terus berpindah ke arah barat dan terus ke yang lebih barat, tentulah berarti Allah itu selalu bergelantungan mengitari Bumi di langit yg terendah, maka semakin ranculah pemahaman ini, dan menunjukkan rapuhnya pemahaman mereka, jelaslah bahwa hujjah yg mengatakan Allah ada di Arsy telah bertentangan dg hadits qudsiy diatas, yg berarti Allah itu tetap di langit yg terendah dan tak pernah kembali ke Arsy.
sedangkan ayat itu mengatakan bahwa Allah ada di Arsy, dan hadits Qudsiy mengatakan Allah dilangit yg terendah. Berkata Al hafidh Almuhaddits Al Imam Malik rahimahullah ketika datang seseorang yg bertanya makna ayat : ”Arrahmaanu ’alal Arsyistawa”, Imam Malik menjawab : ”Majhul, Ma’qul, Imaan bihi wajib, wa su’al ’anhu bid’ah (tdk diketahui maknanya, dan tidak boleh mengatakannya mustahil, percaya akannya wajib, bertanya tentang ini adalah Bid’ah Munkarah), dan kulihat engkau ini orang jahat, keluarkan dia..!”, demikian ucapan Imam Malik pada penanya ini, hingga ia mengatakannya : ”kulihat engkau ini orang jahat”, lalu mengusirnya, tentunya seorang Imam Mulia yg menjadi Muhaddits Tertinggi di Madinah Almunawwarah di masanya yg beliau itu Guru Imam Syafii ini tak sembarang mengatakan ucapan seperti itu, kecuali menjadi dalil bagi kita bahwa hanya orang orang yg tidak baik yg mempermasalahkan masalah ini.
Lalu bagaimana dengan firman Nya : ”Mereka yg berbai’at padamu sungguh mereka telah berbai’at pada Allah, Tangan Allah diatas tangan mereka” (QS Al Fath 10).
dan disaat Bai’at itu tak pernah teriwayatkan bahwa ada tangan turun dari langit yg turut berbai’at pada sahabat. Juga sebagaimana hadits qudsiy yg mana Allah berfirman : ”Barangsiapa memusuhi waliku sungguh kuumumkan perang kepadanya, tiadalah hamba Ku mendekat kepada Ku dengan hal hal yg fardhu, dan Hamba Ku terus mendekat kepada Ku dengan hal hal yg sunnah baginya hingga Aku mencintainya, bila Aku mencintainya maka aku menjadi telinganya yg ia gunakan untuk mendengar, dan menjadi matanya yg ia gunakan untuk melihat, dan menjadi tangannya yg ia gunakan untuk memerangi, dan kakinya yg ia gunakan untuk melangkah, bila ia meminta pada Ku niscaya kuberi permintaannya....” (shahih Bukhari hadits no.6137)
Maka hadits Qudsiy diatas tentunya jelas jelas menunjukkan bahwa pendengaran, penglihatan, dan panca indera lainnya, bagi mereka yg taat pada Allah akan dilimpahi cahaya kemegahan Allah, pertolongan Allah, kekuatan Allah, keberkahan Allah, dan sungguh maknanya bukanlah berarti Allah menjadi telinga, mata, tangan dan kakinya. Masalah ayat/hadist tasybih (tangan/wajah) dalam ilmu tauhid terdapat dua pendapat dalam menafsirkannya.
1.Pendapat Tafwidh ma’a tanzih
2.Pendapat Ta’wil
1. Madzhab tafwidh ma’a tanzih yaitu mengambil dhahir lafadz dan menyerahkan maknanya kpd Allah swt, dg i’tiqad tanzih (mensucikan Allah dari segala penyerupaan)
Ditanyakan kepada Imam Ahmad bin Hanbal masalah hadist sifat, ia berkata ”Nu;minu biha wa nushoddiq biha bilaa kaif wala makna”, (Kita percaya dg hal itu, dan membenarkannya tanpa menanyakannya bagaimana, dan tanpa makna) Madzhab inilah yg juga di pegang oleh Imam Abu hanifah. dan kini muncullah faham mujjassimah yaitu dhohirnya memegang madzhab tafwidh tapi menyerupakan Allah dg mahluk, bukan seperti para imam yg memegang madzhab tafwidh.
2. Madzhab takwil yaitu menakwilkan ayat/hadist tasybih sesuai dg keesaan dan keagungan Allah swt, dan madzhab ini arjah (lebih baik untuk diikuti) karena terdapat penjelasan dan menghilangkan awhaam (khayalan dan syak wasangka) pada muslimin umumnya, sebagaimana Imam Syafii, Imam Bukhari,Imam Nawawi dll. (syarah Jauharat Attauhid oleh Imam Baajuri)
Pendapat ini juga terdapat dalam Al Qur’an dan sunnah, juga banyak dipakai oleh para sahabat, tabiin dan imam imam ahlussunnah waljamaah. seperti ayat : ”Nasuullaha fanasiahum” (mereka melupakan Allah maka Allah pun lupa dengan mereka) (QS Attaubah:67), dan ayat : ”Innaa nasiinaakum”. (sungguh kami telah lupa pada kalian QS Assajdah 14). Dengan ayat ini kita tidak bisa menyifatkan sifat lupa kepada Allah walaupun tercantum dalam Alqur’an, dan kita tidak boleh mengatakan Allah punya sifat lupa, tapi berbeda dg sifat lupa pada diri makhluk, karena Allah berfirman : ”dan tiadalah tuhanmu itu lupa” (QS Maryam 64)
Dan juga diriwayatkan dalam hadtist Qudsiy bahwa Allah swt berfirman : ”Wahai Keturunan Adam, Aku sakit dan kau tak menjenguk Ku, maka berkatalah keturunan Adam : Wahai Allah, bagaimana aku menjenguk Mu sedangkan Engkau Rabbul ’Alamin?, maka Allah menjawab : Bukankah kau tahu hamba Ku fulan sakit dan kau tak mau menjenguknya?, tahukah engkau bila kau menjenguknya maka akan kau temui Aku disisinya?” (Shahih Muslim hadits no.2569) apakah kita bisa mensifatkan sakit kepada Allah tapi tidak seperti sakitnya kita?
Berkata Imam Nawawi berkenaan hadits Qudsiy diatas dalam kitabnya yaitu Syarah Annawawiy alaa Shahih Muslim bahwa yg dimaksud sakit pada Allah adalah hamba Nya, dan kemuliaan serta kedekatan Nya pada hamba Nya itu, ”wa ma’na wajadtaniy indahu ya’niy wajadta tsawaabii wa karoomatii indahu” dan makna ucapan : akan kau temui aku disisinya adalah akan kau temui pahalaku dan kedermawanan Ku dengan menjenguknya (Syarh Nawawi ala shahih Muslim Juz 16 hal 125)
Dan banyak pula para sahabat, tabiin, dan para Imam ahlussunnah waljamaah yg berpegang pada pendapat Ta’wil, seperti Imam Ibn Abbas, Imam Malik, Imam Bukhari, Imam Tirmidziy, Imam Abul Hasan Al Asy’ariy, Imam Ibnul Jauziy dll (lihat Daf’ussyubhat Attasybiih oleh Imam Ibn Jauziy). Maka jelaslah bahwa akal tak akan mampu memecahkan rahasia keberadaan Allah swt, sebagaimana firman Nya : ”Maha Suci Tuhan Mu Tuhan Yang Maha Memiliki Kemegahan dari apa apa yg mereka sifatkan, maka salam sejahtera lah bagi para Rasul, dan segala puji atas tuhan sekalian alam” . (QS Asshaffat 180-182) Walillahittaufiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar